Update

Anti Kerja Toksik! Kenali Istilah “Quiet Quitting” dan “Quiet Firing” dalam Dunia Kerja

5 min read
Image Article 1

The New One of The Day 

  • Apa itu quiet quitting?
  • Ciri-ciri quiet quitting
  • Dampak quiet quitting
  • Apa itu quiet firing?
  • Ciri-ciri quiet firing?
  • Dampak quiet firing

Hai, SangSang Mates! 

Belakangan ini muncul fenomena quiet quitting yang ramai dibicarakan oleh banyak orang, terutama bagi mereka yang bekerja sebagai karyawan.

Quiet quitting vs quiet firing dalam kesehatan mental dunia kerja

Bisa dibilang fenomena ini merupakan bentuk perlawanan terhadap hustle culture yang sebelumnya melekat bagi generasi Z yang terkadang tidak berdampak baik bagi kesehatan.

Nah, tahukah kamu kalau setelah muncul tren quiet quitting, kini muncul lagi tren tandingannya, yaitu quiet firing. Wah, istilah apa lagi itu? Yuk, simak lebih lanjut fenomena mengenai quiet quitting dan quiet firing!

Apa Itu Quiet Quitting?

Mengenal istilah “quiet quitting

Istilah “quiet quitting” atau “berhenti diam-diam” mengacu pada karyawan yang bekerja sesuai dengan tanggung jawab/tugas yang dimiliki.

Meskipun belum diketahui asal usul “quiet quitting”, frasa tersebut telah beredar di media sosial setelah video TikTok yang sekarang viral dari Zaid Khan, seorang insinyur berusia 24 tahun di New York yang membahas topik tersebut pada 25 Juli 2022. 

Kemudian, frasa ini menyebar luas lewat media sosial sebagai tren yang banyak diperbincangkan.

Jika diterjemahkan secara harfiah, pengertian dari tren ini tidak sesuai dengan penyebutannya yang mana seperti bermakna negatif, yakni meninggalkan pekerjaan secara diam-diam.

Pada dasarnya seseorang yang melakukan quiet quitting masih tetap mengerjakan seluruh pekerjaannya sesuai dengan porsi yang dimiliki. Hal ini dilakukan untuk menyelaraskan antara kehidupan pribadi dengan pekerjaan atau istilah kerennya work life balance.

Jadi, quiet quitting adalah kebiasaan bekerja sesuai dengan tanggung jawabnya dan tidak berlebihan sehingga karyawan bisa menjalani hidupnya dengan baik sekaligus bekerja secara profesional.

Baca juga: You Can Do It! Dapatkan Skor Tinggi TOEFL dengan Tips Ini!

Ciri-ciri Quiet Quitting?

Meskipun quiet quitting, menurut definisi, cenderung tidak mencolok. Namun, ada tanda-tanda bahwa seseorang terkena fenomena tempat kerja ini. Di antaranya:

  1. Tidak bersedia mengerjakan tugas di luar jam kerja, termasuk membalas pesan WA/media sosial sejenis maupun email
  2. Suka pulang tepat waktu, bahkan lebih awal
  3. Menghindari acara gathering kantor
  4. Malas melibatkan diri dalam percakapan atau kegiatan yang dinilai kurang penting

Dampak Quiet Quitting?

Quiet quitting merupakan sebuah fenomena dalam dunia kerja yang memiliki sisi positif dan negatif. Berikut ini penjabarannya:

  • Dampak Positif Quiet Quitting

Sebagai atasan menilai quiet quitting sebagai budaya yang buruk karena perusahaan membutuhkan dedikasi yang tinggi dari karyawannya. Akan tetapi, quiet quitting memberikan positif bagi karyawan, loh. Beberapa di antaranya:

  1. Hidup seimbang antara pekerjaan dan keluarga atau teman
  2. Berkesempatan untuk mengeksplor kemampuan baru
  3. Dapat beristirahat dengan tenang setelah pulang kerja
  4. Mempunyai waktu untuk mencari penghasilan sampingan (freelance)
  5. Tidak mengalami burn out
  • Dampak Negatif Quiet Quitting

Quiet quitting memberikan dampak negatif bagi karyawan seperti:

  1. Semangat bekerja mudah menurun
  2. Tidak merasakan kepuasan diri
  3. Hasil kerja yang tidak maksimal
  4. Berisiko terjadi pemutusan kerja karena dinilai tidak profesional
  5. Sulit mencapai karier impian yang telah dirancang

Baca juga: Suka K-POP? 4 Universitas Program Studi Bahasa Korea Ini Cocok Buat Kamu!

Apa Itu Quiet Firing?

Mengenal istilah “quiet firing

Melansir dari situs PBSquiet firing atau pemecatan diam-diam adalah ketika seorang manajer perlahan-lahan menarik kembali tugas peran seorang pekerja alih-alih langsung memecatnya. 

Janice Gassam Asare, konsultan keragaman, kesetaraan dan inklusi (DEI) dan tempat kerja, mengatakan ide di balik pemecatan diam-diam bukanlah hal baru, tetapi sekarang menjadi fokus yang lebih besar.

Seorang manajer rekrutmen di Seattle, Bonnie Dialber juga menilai quiet firing lebih sering terjadi jika dibandingkan quiet quitting. Hal ini dikarenakan quiet firing lebih tepatnya seperti tindakan yang memaksa karyawan untuk resign. 

Tindakan quiet firing dilakukan oleh atasan. Beberapa faktor yang menjadi penyebabnya adalah kinerja karyawan yang tidak maksimal, padahal sudah diberi masukan oleh atasan atau melakukan kesalahan yang tidak disengaja.

Ciri-ciri Quiet Firing?

Ciri-ciri dari tindakan quiet firing yang dilakukan oleh dapat mudah dikenali. Menurut Dialber beberapanya seperti:

  1. Tidak pernah mendapatkan feedback atau apresiasi
  2. Mendapatkan gaji atau kenaikan upah yang tidak sesuai dengan yang lain
  3. Sering dipindah-pindahkan divisi
  4. Tidak diberikan kesempatan untuk berkomunikasi one-by-one dengan atasan
  5. Tidak pernah dilibatkan dalam proyek besar
  6. Tidak mendapatkan informasi yang jelas
  7. Diberikan beban kerja yang tidak sesuai dengan posisi yang dipegang

Baca juga: 5 Sleeper Bus di Indonesia, Solusi Liburan Tanpa Capek

Dampak Quiet Firing?

Lalu, dampak apa yang disebabkan dari quiet firing ini? Sebagian besar quiet firing memberikan dampak negatif (kerugian) bagi karyawan, sedangkan perusahaan mendapatkan dampak positif. Berikut penjabarannya:

  • Dampak Negatif bagi Karyawan

Akibat dari quiet firing, pada akhirnya memaksa karyawan untuk resign atau keluar dari perusahaan karena merasa tidak dihargai, tidak kompeten, dan terisolasi. Akhirnya, mereka memutuskan untuk berhenti bekerja atau pindah kerja.

  • Dampak Positif bagi Perusahaan

Bagi perusahaan, tentu ini menjadi keuntungan karena tidak harus memberikan pesalon atau kompensasi karena karyawan mengundurkan diri berdasarkan inisiatifnya sendiri.

Jadi Manakah yang Lebih Toksik, Quiet Quitting atau Quiet Firing?

Dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya, baik quiet quitting maupun quiet firing sama-sama toksik. Karena keduanya mengindikasikan komunikasi yang tidak sehat dan berisiko memicu stres dalam jangka panjang.

Meskipun quiet quitting dilakukan oleh karyawan dengan maksud agar mencapai work-life balance, bagus untuk kesehatan mental. Namun, kebanyakan dilakukan dengan maksud melepas tanggung jawab yang pada akhirnya menjadi beban bagi rekan kerja lain, dan berpotensi menghambat karier.

Sementara itu, quiet firing lebih sering terjadi di ruang lingkup kerja, dan perlu dibicarakan lebih dalam karena berkaitan dengan manajemen yang buruk.

Baca juga: Buat Kontenmu Makin Ciamik dengan 5 Website Download Bebas Copyright!

Lalu, bagaimana cara mengatasi kedua permasalahan tersebut?

Solusinya adalah dengan memperbaiki kualitas komunikasi antara karyawan dengan atasan. Bagi karyawan, apabila tugas yang diberikan dirasa melebihi beban kerja, alangkah baiknya didiskusikan dengan atasan.

Begitu pula dengan atasan, apabila hasil kerja karyawan dinilai kurang memuaskan bukankah lebih baik jika disampaikan kepada yang bersangkutan? Ini lebih baik daripada memberikan silent treatment kepada karyawan yang membuatnya merasa tidak betah di perusahaan.

Semoga informasi di atas bermanfaat menambah wawasan SangSang Mates ya. Mau info menarik seputar dunia perkuliahan, magang, atau karier lainnya? Kepoin konten menarik lainnya di Newsletter SangSang, yuk!  

Penulis: Venisa Yunita Sari


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *